SEORANG PENDERITA LIMFOMA MALIGNA DENGAN MANIFESTASI ILEUS OBSTRUKTIF
Koentjahja
Zainal Effendi
PENDAHULUAN
Seperti diketahui, keganasan dari jaringan pembentuk sel darah putih dibedakan menjadi:
- Pertumbuhan keganasan di sumsum tulang, menyebabkan keadaan yang dikenal dengan LEUKEMIA, akan menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih didalam sirkulasi. Kadang-kadang saja dijumpai keadaan dimana tidak terdapat pelimpahan (spill over) sel darah putih ganas kedalam sirkulasi sehingga sel darah putih dijumpai rendah atau normal dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut aleukemik leukemia.
- Pertumbuhan keganasan di jaringan limfoid akan menghasilkan tumor padat yang disebut LIMFOMA. Sebaliknya dari pada pertumbuhan keganasan disumsum tulang, jarang dijumpai adanya pelimpahan sel sel keganasan kedalam darah (fase leukemik dari limfoma).
Limfoma kini dibagi menjadi 2 golongan utama yaitu Limfoma Hodgkin (LH) dan Limfoma Non Hodgkin (LNH), khususnya berdasarkan pemeriksaan histopatologis. Insidens LNH diluar negeri berkisar antara 2-6 per 100.000, dengan penderita laki-laki sedikit lebih banyak daripada wanita. Insidens LH dikatakan lebih banyak.
Sebaliknya di Indonesia, Surabaya khususnya (Poli Hematologi-Onkologi Medik RSUDS) LNH dijumpai jauh lebih banyak (5:1) dengan angka kejadian sebanyak 99 penderita limfoma baru dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. FKUP/RSHS '73-83 mendapatkan angka 4,6td_persen dari seluruh tumor ganas untuk LNH, 1,1td_persen untuk LH.
LNH primer dari saluran makanan adalah tumor yang jarang. Bilamana dijumpai, maka manifestasi klinisnya adalah sindoma malabsorsi, perdarahan, perforasi, teraba massa maupun penyumbatan saluran pencernaan.
Berikut ini dilaporkan satu penderita dengan manifestasi ileus yang diduga karena LNH dari saluran makanan.
K A S U S
Seorang penderita pria Tn. A, umur 40 th, suku Jawa, agama Islam, pekerjaan Tukang batu, alamat Surabaya, dirawat di UPF Ilmu Penyakit Dalam, Ruang Interna II (14 Maret 1988) dengan tujuan menjalani perawatan sitostatika setelah operasi perut. Riwayat penyakit penderita ini adalah sbb:
Penderita MRS Dr.Soetomo melalui UPF.Bedah sejak 24 Pebruari 1988 dengan keluhan muntah-muntah, tidak dapat berak dan perut kembung. Penderita juga menyatakan sering demam, kadang-kadang berkeringat malam hari, sering diare sebelumnya dan berat badan menurun 8 kg selama 4 bulan ini. Keesokan dini harinya (25 Pebruari 1988) penderita dioperasi dengan perkiraan mengalami keadaan abdomen akut berupa ileus obstruktif, e/c invaginasi usus halus. Keadaan itu disokong oleh pemeriksaan radiologis BOF, lateral dekubitus kanan, diafragma dan Kolon inloop yang menunjukkan adanya suatu ileus obstruktif tinggi & spondilosis lumbalis.
Selama operasi didapati tumor ileum pada dua tempat yaitu masing masing pada jarak 21/2 & 3 meter dari ligamentum Treitz dengan ukuran 12 x 3 x 3 cm dan 8 x 4 x 3 cm. Tumor tersebut menyumbat total lumen usus dan mengadakan perlekatan dengan dinding rongga pelvis. Terdapat nodul nodul metastase dikelenjar mesenterial. Dilakukan anastomose ileo-transversostomi dan biopsi kelenjar limfe mesenterial yang membesar untuk pemeriksaan patologi anatomi, dengan hasil: Makroskopik didapati dungkul, dengan kapsul tak jelas, warna putih dan konsistensi padat kenyal. Mikroskopis tampak jaringan kelenjar getah bening dengan struktur normal telah rusak diganti sel sel bulat hiperkromatik, selain itu ditemukan sel sel histiositoid. Tanda tanda metastase karsinoma tak nampak. Kesimpulan "Mixed Lymphocytic Histiocystic Lymphoma". 3 minggu sesudah operasi penderita dipindahkan ke UPF Ilmu Penyakit Dalam untuk perawatan lebih lanjut.
Pemeriksaan fisis (14 Maret 1988) didapatkan penderita dengan kesadaran baik, tampak lemah, gizi kurang, tidak tampak ikterus, tidak anemis, tidak sianosis dan tidak sesak. Tekanan darah 120/80, nadi 92/menit, suhu ketiak 36,5oC, respirasi 20/menit. BB 38 kg. TB 153 cm.
Pada pemeriksaan kepala tak dijumpai kelainan.
Tak dijumpai pembesaran kelenjar limfe leher maupun aksiler.
Pada pemeriksaan dada, jantung dan paru dijumpai normal.
Pada pemeriksaan perut, tampak agak menggembung. Dinding perut supel, hepar & lien tidak teraba, teraba tumor dengan ukuran 10 x 3 x 3 cm, batas jelas, padat kenyal dapat digerakkan terbatas tapi tidak nyeri tekan, didaerah lumbal kanan. Banyak mengandung udara. Bising usus normal.
Pada pemeriksaan ekstremitas tak dijumpai kelainan, demikian pula kelenjar limfe daerah inguinal tak dijumpai membesar.
Pemeriksaan radiologis (preoperatif) didapatkan:
X foto toraks: jantung dan paru dalam batas normal.
X foto BOF, lateral dekubitus kanan dan diafragma: Tampak adanya bayangan gas pada usus kecil yang meregang dengan gambaran batascairan-udara. Gas di-kolon tampak minimal. Hepar dan lien tak membesar. Kontur ginjal dan bayangan psoas tak jelas. Lipping vert. lumbal IV. Tak tampak batu radioopak dalam traktus urogenitalis. Kesimpulan: Ileus obstruktif tinggi & spondilosis lumbalis.
Kolon inloop: Kontras barium dimasukkan kerektum dengan kateter, tampak masuk lancar sampai dengan ileocaecal, tak nampak filling defek, pendesakan, pembesaran maupun penyempitan abnormal. Setelah evakuasi tampak sedikit sisa kontras dalam ileum terminalis dan sepanjang kolon. Kesan: Tak ada obstruksi dalam kolon.
Pemeriksaan laboratorium (15 Maret l988)didapatkan :
Darah lengkap: Hb 13,7 grtd_persen, LED 52-87, Leuko 5.700, Diff -/-/1/65/33/1. Blood Smear: sel darah merah normokhrom normositer, sel darah putih normal, trombosit normal. Urine lengkap: albumin -, reduksi -, bilirubin -, urobilin -, sedimen: eri 1-2, leuko 1-3, epit. 0-1, silinder -, bakteri -. Faal Hemostasis: PPT 12 dt. (kontrol 12,2 dt); APTT 29,9 dt.(kontrol 30,2 dt). Kesan faal hemostasis normal. Kimia Darah: Sakar darah puasa 80 mgtd_persen, bilirubin direk 0,68 mgtd_persen, bilirubin indirek 0,2 mgtd_persen, SGOT 27 IU/ml, SGPT 12 IU/ml, alk. fosfatase 2,75 B.U, albumin 3,9 gtd_persen, globulin 2 gtd_persen, BUN 12,5 mgtd_persen, s.kreatinin 1,93 mgtd_persen. Elektrolit: Na 130 meq/l, K 4 meq/l, Ca 9 meq/l, fosfor 2,75 meq/l.
Diagnosa: LIMFOMA NON HODGKIN TIPE D.M. Stadium IIEB DENGAN MANIFESTASI ILEUS OBSTRUKTIF DAN TELAH DILAKUKAN ANASTOMOSE ILEOTRANSVERSOSTOMI.
Konsultasi dengan Hematologi (17 Maret 1988) disarankan pemberian C.O.P. atau bila penderita tak mampu dengan Siklo-fosfamide 1 gr setiap 3 minggu.
Pada pengamatan selanjutnya (21 Maret 1988) penderita mengalami batuk batuk, panas tinggi, dehidrasi dan perut menjadi kembung. Pemberian sitostatika terpaksa ditunda.
X foto abdomen yang dilakukan saat itu menunjang adanya ileus obstruktif. X foto toraks menunjukkan adanya suatu efusi pleural kanan. BGA: menunjukkan adanya metabolik asidosis terkompensasi sebagian. Elektrolit: dbn.Konsultasi ke Paru: Cenderung suatu pleuropneumoni dextra.
Konsultasi ke Bedah: Kemungkinan suatu ileus obstruktif residif dan pleural effusion kanan.
Setelah diadakan perbaikan keadaan umum (Dekompresi abdomen dengan nasogastrik tube dan anal tube, pemberian cairan dan koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, pemberian antibiotika), penderita dialih rawat kembali ke UPF Bedah untuk penanganan selanjutnya.
PEMBAHASAN
Penderita LNH kebanyakan datang dengan keluhan adanya pembesaran pada kelenjar limfe didaerah servikal atau supraklavikuler. Rata-rata penderita baru menyadari pembesaran kelenjar limfenya setelah 6 bulan sebelum memeriksakan diri kedokter. Walaupun demikian pada penderita LNH kelenjar yang terserang dapat dimulai dimana saja, menyebar secara tak teratur bahkan tak jarang menyerang organ diluar kelenjar (ekstranodal).
Biasanya tidak disertai gejala-gejala sistemik. Kelemahan, malaise, penurunan berat badan, demam atau keringat malam hanya ditampilkan oleh sebagian kecil kasus (2-24td_persen), seringkali dijumpai pada penderita yang penyakitnya sudah menyebar luas. Pruritus yang sering dijumpai pada LH tidak umum dijumpai pada LNH.
Pemeriksaan fisis akan menampilkan pembesaran dari sekelompok kelenjar limfe seringkali didaerah servikal atau supraklavikuler. Kelenjar biasanya tidak nyeri, mudah digerakkan, berbatas tegas, ukuran dapat tidak sama dan konsistensi kenyal seperti karet sampai keras. Pembesaran dari hanya satu atau beberapa kelenjar yang masih terlokalisir adalah jarang ditemukan. Perlu dilakukan pemeriksaan kelenjar limfe seluruh tubuh, cincin Waldeyer, pembesaran hati, limpa serta pembesaran organ ekstralimfatik yang sering terjadi pada penderita LNH. Untuk LNH ekstralimfatik gejala yang timbul sesuai dengan organ yang diserangnya. Bisa mengenai saluran pencernaan, limpa, tulang, kelenjar prostat, payu dara, ginjal, kandung kencing, indung telur, hati, testis, kelenjar gondok, medula spinalis juga paru.
Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan kelainan pada pemeriksaan darah tepi, khususnya bilamana sumsum tulang telah terinfiltrasi. Seringkali menunjukkan gangguan faal organ karena infiltrasi sel-sel limfoma, misalnya terdapat gangguan faal hati, gangguan faal ginjal karena infiltrasi keorgan-organ tersebut. Asam urat dapat meningkat, tapi seringkali didapati normal.<1,10>
Pemeriksaan X foto toraks akan menunjukkan 18-24 td_persen penderita LNH menunjukkan pembesaran kelenjar hilus atau mediastinal, sedangkan keterlibatan parenkim paru pada saat diagnose ditegakkan biasanya jarang. Selain itu diperlukan pula tomografi mediastinum untuk melihat pembesaran kelenjar limfe mediastinum serta limfangiografi.
Diagnosa pasti adalah dengan pemeriksaan histopatologi, akan didapatkan perubahan-perubahan patologis yang karakteristik biasanya dari kelenjar limfe atau organ yang terkena serta tergolong klasifikasi yang mana secara histopatologis.
Terdapat banyak klasifikasi histopatologis penderita LNH, tetapi di Indonesia yang dipergunakan adalah klasifikasi me- nurut Rappaport dan menurut National Cancer Institute Working Formulation (Lihat tabel 1 dan 2). Klasifikasi ini penting untuk menentukan prognose dari penderita. Angka kejadian di Surabaya selama 5 tahun menunjukkan perbandingan prosentase DLWD 24td_persen, DLPD 36td_persen, DH 4td_persen, DU 35td_persen, DM 1td_persen, sedangkan tidak satupun dari penderita tersebut termasuk dalam klasifikasi noduler.
Selanjutnya setelah diagnosa LNH dapat ditegakkan, penting pula ditentukan stadium klinik menurut Ann Arbor (Lihat tabel 3). Penentuan stadium ini amat penting untuk menentukan berat ringannya penyakit serta cara pengobatannya.
Disamping pemeriksaan tersebut diatas dikatakan bahwa untuk limpa dan atau hati yang terserang terdapat kriteria sebagai berikut:
Limpa, terdapat pembesaran limpa yang ditunjang dengan pemeriksaan radiologik atau terdapat filling defek pada pemeriksaan sidikan dengan isotop. Ternyata penderita dengan lien yang membesar 50td_persen tidak terdapat kelaianan histologik sedangkan penderita tanpa pembesaran limpa 50td_persen terdapat kelainan histologi.
Hati, pembesaran hati disertai peningkatan fosfatase alkali dan dua tes faal hati yang lain abnormal atau pemeriksaan sidikan hati dengan isotop abnormal disertai satu kelainan faal hati.
Selain stadium klinik, masih juga diperlukan penentuan stadium patologinya. Untuk itu diperlukan tambahan pemeriksaan:
- Pemeriksaan aspirasi dan biopsi sumsum tulang.
- Pemeriksaan laparoskopi serta laparatomi.
- Pemeriksaan tulang yang meliputi foto tulang, sidikan tulang serta biopsi tulang.
Terdapat pula pemeriksaan yang hanya dilakukan pada pusat kedokteran tertentu guna penelitian lanjutan sbb:
-
Pemeriksaan "whole body scintigram dengan gallium-67 dan
selenium 75" - "Whole body computed tomografi"
- Penentuan kadar zat besi serum, "TIBC", zat tembaga, seruloplasmin, "zinc", haptoglobin, fibrinogen, hidroksi- proline dalam urine, leukosit alkalifosfatase, hitung limfosit absolut, antibodi pada virus Epstein-Barr serta HLA.
- Ultrasonografi hati dan abdomen
- Berbagai pemeriksaan imunologi guna menilai status imunologi penderita limfoma.
Limfoma maligna dikatakan sangat jarang mengenai usus kecil, khususnya diileum, apalagi yang masih terlokalisir. Manifestasi klinis yang ditimbulkan adalah obstruksi, perdarahan, teraba massa, perforasi dan sindroma malabsorpsi dengan steatoroe. Diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan eksplorasi abdomen atau biopsi usus halus peroral.
Terdapat kecendrungan untuk menampilkan keadaan "ecotaxis" yaitu adanya "homing instinct" dan kecendrungan menyebar pertama-tama keorgan kontralateral; misalnya dari mata, payudara, testis yang satu kekontralateral, dari satu bagian usus kebagian usus yang lain.
Pada penderita kami, gejala yang menyolok pada waktu masuk R.S. adalah adanya obstruksi saluran pencernaan, didahului gangguan pencernaan, sering demam, berkeringat malam dan penurunan berat badan sebanyak 8 kg dalam 4 bulan, teraba tumor abdomen, tanpa disertai pembesaran kelenjar limfe diluar rongga abdomen. Selama operasi didapati tumor ileum pada dua tempat (menunjukkan "ecotaxis") yaitu masing masing pada jarak 21/2 & 3 meter dari ligamentum Treitz dengan ukuran 12 x 3 x 3 cm dan 8 x 4 x 3 cm. Tumor tersebut menyumbat total lumen usus dan mengadakan perlekatan dengan dinding rongga pelvis. Terdapat nodul nodul metastase dikelenjar mesenterial. Hasil biopsi dari kelenjar-kelenjar mesentrial adalah suatu "Mixed Lymphocytic Histiocytic Lymphoma". Sedangkan tumor ileum yang diperkirakan tumor primer, karena adanya perlekatan-perlekatan dengan rongga panggul tidak dilakukan pengangkatan dan tidak dilakukan biopsi. Mengingat keadaan penderita yang datang dalam keadaan abdomen akut dan selanjutnya keadaan setelah operasi juga amat lemah, bahkan diikuti oleh gejala berulangnya obstruksi dan adanya pleural efusi, maka pemeriksaan penunjang yang dilakukan juga amat terbatas.
Pada pengelolaan penderita LNH dikenal istilah :
- Histologis baik, dan yang termasuk kelompok ini ialah :
a. NLPD c. DLWD
b. NM d. DLPD
- Histologis kurang baik, dan yang termasuk kelompok ini ialah:
a. Lbl c. DM
b. NH/DH d. DU
Selanjutnya LNH stadium I dan II histologis baik, dikatakan pengobatan pilihan adalah dengan radioterapi. Sebaliknya LNH stadium II histologis kurang baik, stadium III dan IV, pengobatan pilihan adalah kemoterapi C.V.P. (Cyclophosphamide, Vincristine dan Prednison).
Sebenarnya limfoma saluran pencernaan yang primer dan terlokalisir dapat berespons baik sekali dengan radioterapi dosis besar yang ditujukan keabdomen, khususnya pada penderita dengan tumor yang telah diangkat dengan operasi. Sayangnya banyak penderita yang mengalami relaps dan memerlukan terapi dengan sitostatika.
Pada penderita kami, sudah dijumpai adanya infiltrasi tumor kejaringan sekitarnya (pelvis) lagi pula jenis tumornya termasuk histologis kurang baik, maka tidak ada pilihan lain selain terapi sitostatika yang diberikan.
Prognosis penderita ini bisa dikatakan kurang baik, karena selain keadaan umum penderita yang telah amat menurun akibat gejala ileusnya, stadium dan tipe histologi LNHnya pun termasuk yang kurang baik, tumor yang sudah besar (>10 cm), dan termasuk LNH ekstralimfatik yang telah meluas kesekitarnya.
RINGKASAN
Telah dibahas seorang penderita LNH tipe D.M. stadium IIEB yang diduga tumor primernya memberikan manifestasi klinis ileus obstruktif, tidak seperti kebanyakan LNH dimana keluhan biasanya timbul dari benjolan kelenjar limfe dipermukaan tubuh.
Tingkatan penyakit, seperti LNH lainnya, dijumpai sudah lanjut. Gejala-gejala limfoma intestinal dini yang biasanya dijumpai berupa perdarahan dan perforasi tidak didapatkan pada penderita ini, sedangkan gejala diare kronis yang ringan tampaknya tak begitu diperhatikanpenderita.
Pengobatan pilihan adalah sitostatika dengan C.V.P atau Siklofosfamide.
Prognose diperkirakan jelek.
DAFTAR PUSTAKA
- Boediwarsono, Adi P, Soebandiri. Perkembangan Baru Dalam Pengelolaan Limfoma Maligna. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan II. Surabaya. 1988: 21-36.
- Canellos GP. Hodgkin's Disease and Other Lymphomas. In: Scientific American Medicine. New York: Scientific American Inc. 1987: IV.1-16.
- Govan ADT, Macfarlane PS, Callander R. The Lymphoma. Pathology Illustrated. New York: Churchill Livingstone 1981: 592-606.
- Ismanoe G, Budiwarsono, Soebandiri. Pola penderita limfoma maligna di Lab./UPF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair-RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Penelitian Karya Akhir. 1988.
- Morfandini S, et al. Manual of Cancer Chemotherapy. 3rd ed. UICC. Geneva; 1981: 91-99.
- Mukawi TJ. Frekwensi Relatif Tumor Ganas Pada Bagian Patologi Anatomi FKUP/RSHS, Periode 1973-83; Dibanding Dengan Periode Sebelumnya. Dalam: Kumpulan Naskah Konggres Nasional VIII IAPI. Ujung Pandang. 1984: 37-42.
- Reich PR. Lymphoma and Other Lymphoproliferatif Disease. In: Hematology: Physiopathologic Basis for Clinical Practice. Boston: Little, Brown and Company. 1978: 348-9.
- Soebandiri, Nugrahi S, Boediwarsono. Limfoma Maligna. Dalam Buku Standard Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: 1987: 83-6.
- Wiliamson RCN, Welch CE, Malt RA. Adenocarcinoma and Lymphoma of the Small Intestine. Ann.Surg. 1983: Febr.: 172-8.
-
Wintrobe MM, Lee GR, Boggs DR, et al. Lymphomas other than Hodgkin's Disease. In: Clinical Hematology. Philadelphia: Lea & Febiger
l981:1681-1719.
Surabaya, 25 Januari 1989
Tabel 1. Klasifikasi Histopatologik LNH menurut Rappaport
NODULER |
DIFFUS |
Lymphocytic Well Diff. NLWD |
Lymphocytic Well Diff. DLWD |
Lymphocytic Poor Diff. NLPD |
Lymphocytic Poor Diff. DLPD |
Histiocytic NH |
Histiocytic DH |
Mixed Hist.Lympho. NM |
Mixed Hist.Lympho. DM Undifferentiated DU |
Tabel 2. Klasifikasi histopatologik LNH menurut IWF & Rappaport
GRADASI |
TIPE HISTOLOGIK |
IWF |
Rapp. |
Low grade |
a. Small Lymphocytic |
SL |
DLWD |
|
b. Follicular Small Cleaved Cell |
FSC |
NLPD |
|
c. Follicular Mixed |
FM |
NM |
Intermidiate grade |
d. Follicular Large Cell |
FLg |
NH |
|
e. Diffuse Small Clleaved Cell |
DSC |
DLPD |
|
f. Diffuse Mixed(Small & Large Cell) |
DM |
DM |
|
g. Diffuse Large Cell |
DLg |
DH |
High grade |
h. Immunoblastic |
Ibl |
DH |
|
i. Lymphoblastic |
Lbl |
Lbl |
|
j. Small Non Cleaved Cell |
SNC |
DU |
Tabel 3. Stadium klinik Limfoma Maligna menurut Ann Arbor.
STADIUM |
|
KELENJAR-ORGAN YANG TERSERANG |
I |
I |
Kelenjar getah bening satu regio |
|
IE |
Satu organ ekstralimfatik |
II |
II |
Lebih dari dua regio kelenjar getah bening disatu sisi diafragma |
|
IIE |
Satu organ ekstralimfatik disertai kelenjar getah bening disatu sisi diafragma |
|
IIS |
Limpa disertai kelenjar getah bening disatu sisi diafragma |
III |
III |
Kelenjar getah bening didua sisi diafragma |
|
IIIE |
Satu organ ekstralimfatik disertai kelenjar getah bening pada dua sisi diafragma. |
|
IIIS |
Limpa disertai kelenjar getah bening didua sisi diafragma. |
IV |
IV |
Penyebaran luas pada kelenjar getah bening dan organ ekstralimfatik. |
Penentuan stadium ini masih disubklasifikasikan menjadi A dan B.
Tergolong dalam subklasifikasi A bila tanpa keluhan.
Tergolong dalam subklasifikasi B bila terdapat keluhan sebagai berikut:
- Penurunan berat badan lebih dari 10td_persen dalam kurun waktu 6 bulan.
- Demam yang tak jelas sebabnya, kumat-kumatan dengan suhu lebih dari 38o.
- Keringat malam.
Kata kunci : spesialis paru malang, dokter spesialis paru malang, dokter paru malang, sp paru malang, ahli paru malang, spesialis paru di malang, dokter spesialis paru di malang, dokter paru di malang, sp paru di malang, ahli paru di malang, spp malang, spp di malang, dokter paru terbaik malang, dokter paru terbaik di malang, dokter paru senior malang, dokter paru senior di malang, dokter paru bagus malang, dokter paru bagus di malang, dokter paru terbagus malang, dokter paru terbagus di malang, dokter paru terbaik malang, dokter paru terbaik di malang, dokter ahli paru di malang, pulmonologi malang, dokter paru, spesialis paru, ahli paru, dokter spesialis paru, respirologi malang, respirology malang, pulmonology malang
PRAKTEK