Klinik Respirasi Malang Klinik Respirasi Malang Whatsapp Klinik Respirasi Malang Registrasi Klinik Respirasi malang Peta Lokasi Klinik
Galeri Foto
Berita Kesehatan

Happy Hypoxia, Gejala Baru Covid-19 yang Diam-diam Mematikan


Happy Hypoxia adalah penurunan kadar oksigen di tubuh tanpa gejala berarti

Seiring berjalannya waktu, banyak fakta baru yang terungkap seputar tanda-tanda infeksi Covid-19. Salah satu yang paling baru adalah soal happy hypoxia sebagai salah satu gejala baru dari infeksi ini.


Happy hypoxia adalah kondisi yang muncul ketika kadar saturasi oksigen di dalam darah menurun drastis. Biasanya, orang yang mengalami hipoksia akan merasa sesak napas, batuk-batuk, detak jantung cepat, serta napas yang berbunyi.Namun pada orang-orang yang mengalami happy hypoxia, gejala-gejala tersebut tidaklah muncul. Sebaliknya, mereka tetap bisa berkegiatan seperti biasa, padahal organ-organ vital di tubuhnya sudah “teriak” minta tolong karena kekurangan oksigen.


Happy hypoxia pada Covid-19, si “pembunuh” diam-diam

Hipoksia adalah kondisi yang sangat berbahaya karena bisa mengganggu kerja organ-organ vital di tubuh mulai dari paru-paru, hati, hingga otak. Pada kondisi yang parah, hipoksia bisa menyebabkan kematian akibat kegagalan organ.Oksigen adalah komponen yang sangat penting untuk tubuh. Tanpanya, sel-sel tidak bisa bekerja. Jika sel tidak bisa bekerja, maka organ pun tidak mampu berfungsi. Kondisi ini dapat berujung pada gagal organ.Kegagalan organ seperti otak, hati, atau paru-paru menandakan matinya jaringan di organ tersebut. Sehingga, organ tersebut sudah tidak lagi bisa berfungsi.


Pada kondisi hipoksia yang bukan disebabkan oleh Covid-19, orang yang mengalaminya akan menjukkan gejala yang jelas seperti sesak napas, keringat dingin, dan jantung berdebar sangat cepat atau justru sangat lambat.Dengan gejala yang jelas, hipoksia bisa ditangani dengan tepat sebelum kadar oksigen makin menurun, sehingga kerusakan jaringan organ bisa dihindari atau dicegah.Sementara itu pada orang yang positif Covid-19, hipoksia yang dialami bisa tanpa gejala. Maka dari itu muncul istilah happy hypoxia. Meski gejala tidak muncul, tapi kadar oksigen di tubuh para pengidap happy hypoxia bisa sudah sangat rendah dan organ-organ vitalnya terlanjur mengalami kerusakan parah.Tidak jarang, hal ini lah yang membuat pasien meninggal dunia, padahal sebelumnya terlihat sehat-sehat saja.


Penyebab happy hypoxia pada pasien Covid-19

Kadar oksigen di tubuh normalnya adalah 95-100%. Kadar oksigen yang kurang dari 90%, sudah dianggap rendah dan gejala hipoksia pun biasanya akan terlihat.Sementara itu pada para pengidap Covid-19 yang terkena happy hypoxia, kadar oksigen bisa turun hingga tinggal 50% dan mereka belum merasakan gejala yang berarti.Beberapa pasien bahkan masih bisa menggunakan telepon genggam dan berkegiatan seperti biasa sebelum harus menerima pemasangan ventilator atau alat bantu napas.


Sejauh ini, para ahli masih terus mempelajari fenomena terjadinya happy hypoxia. Penelitian tersebut dilakukan pada 16 orang pasien Covid-19 dengan kadar oksigen sangat rendah yang tidak memiliki gejala hipoksia.Hasilnya, ada beberapa hal yang bisa ditarik sebagai kemungkinan penyebab happy hypoxia, yaitu:


1. Rendahnya kadar karbon dioksida di tubuh pasien Covid-19

Pada kasus hipoksia biasa, turunnya kadar oksigen tidak diikuti dengan berkurangnya kadar karbon dioksida di tubuh. Sehingga, tubuh bisa cepat menangkap sinyal bahwa telah terjadi ketidakseimbangan di dalam.Sementara itu pada kasus happy hypoxia, berkurangnya kadar oksigen yang signifikan juga disertai dengan turunnya kadar karbon dioksida di tubuh. Akibatnya, tubuh merasa bahwa kondisi di dalam masih seimbang, padahal ada gangguan.


2. Virus corona merusak bagian otak yang seharusnya merespons hipoksia

Kemungkinan lain penyebab happy hypoxia adalah virus corona yang masuk ke tubuh, telah merusak kemampuan tubuh dalam mendeteksi penurunan oksigen. Sehingga, otak baru merespons ketika kadar oksigen sudah terlalu rendah dan barulah menunjukkan gejala, seperti sesak napas.

Pulse oximeter dan deteksi happy hypoxia

Dengan maraknya pasien Covid-19 yang diberitakan menderita happy hypoxia, banyak orang kemudian khawatir dirinya juga mengalami kondisi yang sama tanpa disadari. Sehingga, akhir-akhir ini produk pulse oxymetry atau oximeter banyak dicari.


Pulse oxymetry adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi kadar saturasi oksigen di dalam darah. Alat ini mudah digunakan dan tidak menimbulkan rasa sakit pada penggunanya. Berikut ini cara pemakaiannya.

  • Masukkan jari ke dalam alat tersebut.
  • Tunggu hingga alat mengeluarkan angka di layar yang menandakan kadar saturasi oksigen serta jumlah detak jantung.

Setiap alat biasanya memiliki kadar kesalahan kurang lebih sekitar 2%. Jadi jika pemeriksaan saturasi oksigen Anda menunjukkan angka 95%, maka kadar saturasi aslinya bisa berkisar antara 93-97%.Akurasi pengukuran menggunakan pulse oximeter juga bergantung pada gerakan jari saat pengukuran, temperatur tubuh, hingga cat kuku yang digunakan.Cat kuku bisa mengganggu akurasi dari pembacaan menggunakan oximeter. Sebab, alat ini bekerja dengan cara memancarkan cahaya yang tembus ke pembuluh darah di jari. Cahaya tersebut kemudian akan mengukur penyerapan cahaya yang dilakukan sel darah merah.Sel darah normal yang memiliki oksigen, akan menyerap cahaya dengan cara yang berbeda dari sel darah yang sudah tidak mengandung oksigen.


Perlukah punya oximeter sendiri untuk mendeteksi happy hypoxia?

Sudah banyaknya bukti yang muncul soal bahaya happy hipoxia membuat banyak orang yang kemudian merasa perlu memiliki pulse oximeter sendiri. Medical editor SehatQ, dr. Karlina Lestari mengatakan bahwa penggunaan alat oximeter memang bisa membantu untuk membaca kadar saturasi oksigen dalam darah. Namun sebenarnya, alat ini tidak wajib dimiliki oleh semua orang.Apalagi, pada orang yang sebelumnya belum pernah menggunakan alat tersebut, potensi terjadinya kesalahan pengukuran dan pembacaan hasil, cukup tinggi.Menurut dr. Karlina, hanya ada beberapa kelompok individu yang sebaiknya memiliki pulse oximeter di rumah, yaitu:

  • Lansia yang memiliki riwayat penyakit kronis
  • Orang yang didiagnosis menderita penyakit autoimun
  • Pasien positif Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di rumah
  • Para pekerja sektor tertentu yang sering bertemu banyak orang, karena berisiko tinggi menjadi orang tanpa gejala (OTG)

Hasil pembacaan pulse oximeter pun tidak bisa dijadikan patokan diagnosis Covid-19. "Diagnosis Covid-19 untuk saat ini yang paling akurat masih lewat swab PCR. Jadi hasil oximeter bukanlah patokan diagnosis yang tepat," ujar dr. Karlina.Hasil yang tertera di alat tersebut dapat dijadikan sebagai pengingat bahwa tubuh tidak sedang baik-baik saja. Apabila saat mengukur kadar saturasi oksigen dalam darah, angka yang keluar adalah di bawah 95%, maka segeralah memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan kepastian diagnosis. 


Happy hypoxia memang harus sangat diwaspadai selama masa pandemi, karena kondisi ini sudah menyumbang cukup banyak angka kematian akibat Covid-19. Pada infeksi virus terbaru ini, tidak munculnya gejala bukan berarti masalah selesai.Orang yang tidak bergejala apapun, bisa saja positif dan menularkan virusnya ke banyak orang. Bahkan tanpa gejala, seseorang juga bisa mengalami happy hypoxia, yang membuat tubuh terasa sehat-sehat saja, padahal organ penting di dalamnya sudah rusak.

sumber : https://www.sehatq.com/artikel/happy-hypoxia-gejala-baru-covid-19-yang-diam-diam-mematikan

 
 

PRAKTEK
RS Panti Waluya / RKZ Sawahan, Lt II-B1
, Dr Koentjahja, SpP
Nusakambangan 56, Malang 65117
08113777488 / 362017 ext. 88.23
Pukul 18.00 - 20.00, kec. Sabtu, Minggu / Libur


Rumah
, Dr Koentjahja, SpP
Wilis Indah A-6, Malang 65115
0818568711 / 0341-568711
Senin - Sabtu Pukul 09.00-10.00,
kec. Minggu / Libur


    


Peta Lokasi


Update COVID-19 Malang
Jajak Pendapat

Apa saja gejala COVID-19?

Batuk
Pilek
Sakit Tenggorok
Sesak/Nyeri dada
Semua

 
 
 koentjahja.com  |
 nathaliamayasarisa.com  |
 klinikrespirasimalang.com  |
 drgevitaindiani.com  |
 drgleonyindriati.com  |