Klinik Respirasi Malang Klinik Respirasi Malang Whatsapp Klinik Respirasi Malang Registrasi Klinik Respirasi malang Peta Lokasi Klinik
Artikel Kesehatan

SINDROMA GOODPASTURE

Koentjahja

M.Yogiantoro

 

PENDAHULUAN         

          Istilah sindroma Goodpasture pada awalnya digunakan untuk semua penderita dengan perdarahan pada paru yang disertai keradangan ginjal, dan dikenal sebagai salah satu dari sindroma pulmorenal yang ada.

          Belakangan istilah ini secara lebih tepat digunakan untuk penderita yang pada darahnya beredar autoantibodi terhadap membrana basalis (anti basement membrane antibody). Autoantibodi ini bereaksi dengan antigen membrana basalis diginjal dan diparu dan merupakan penyebab terjadinya perdarahan paru dan keradangan ginjal. Dilain pihak pada Perdarahan Pulmoner Idiopatik (IPH-Idiopathic Pulmonary Hemmorrhage) yang mempunyai manifestasi toraks yang identik dengan sindroma Goodpasture, tidak dijumpai autoantibodi terhadap membrana basalis.

 

          Sindroma ini terutama dijumpai pada laki laki dewasa muda (75td_persen), dengan usia duapuluhan (80td_persen) (bervariasi antara umur 18-35 tahun) dan merupakan
5-10td_persen dari penyakit ginjal yang ada; adakalanya bersifat herediter. Perjalanan penyakit cepat progre- sif, biasanya berakhir dengan kematian dalam beberapa bulan dari awal penyakit apabila tanpa pengobatan yang adekwat.

          Dikenal dengan berbagai terminologi, antara lain "lung purpura and nephritis", "hemorrhagic pneumonitis and nephritis" "pulmonary haemorrhage and glomerulonephritis" berikut ini akan dibahas berturut turut etiologi, imunopatologi, gambaran klinis, diagnosa, diagnosa banding, pengelolaan dan prognosa sindroma Goodpasture secara singkat.

 

ETIOLOGI

          Ernest W Goodpasture (1918) pada masa pandemi influenza mengamati seorang kasus influensa yang 2 bulan kemudian menampilkan keluhan batuk darah. Klinis tidak terdapat gejala gangguan faal ginjal tapi pada waktu otopsi ginjalnya menunjukkan sejumlah perdarahan kecil pada korteksnya disertai pembengkakan yang sedang. Keseluruhan penyakit waktu itu dianggap sebagai suatu keradangan.

          Perubahan tersebut kini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun sebagai cedera imunologis yang timbul atas dasar mekanisme reaksi hipersensitive tipe II/sitotoksik (Coombs dan Gel). Proses primer penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti, tetapi diduga berasal dari infeksi virus influensa A2, membangkitkan kerusakan ginjal yang membuat penderita menjadi peka terhadap membrana basalis glomerulusnya sendiri. Keadaan ini tampak dari respons imunologis yang diwarnai oleh pembentukan autoantibodi terhadap membrana basalis glomerulus tersebut.

          Selain faktor infeksi virus influenza A2, pendapat pendapat lain mengemukakan peranan faktor imunologis dan faktor herediter khususnya berhubungan dengan penderita dari golongan HLA-DRW2. Dengan demikian sebagai penyebab yang sebenarnya atau faktor yang mendasari masih belum diketahui secara pasti, dikatakan terdiri tidak hanya dari satu faktor melainkan banyak faktor (multifaktorial).

 

IMUNOPATOLOGI

          Autoantibodi terhadap antigen intrinsik pada membrana basalis (anti-BM antibody) beredar dalam darah dan dapat ditemukan dengan pemeriksaan RIA (Radioimmunoassay). Keberadaan autoantibodi ini dikatakan mempunyai hubungan penyebab dengan adanya perdarahan paru/batuk darah yang timbul. Autoantibodi ini bereaksi dan merusak membrana basalis baik dari alveoli paru (timbul alveolitis-pneumoni hemorhagik) maupun dari glomeruli ginjal (timbul glomerulonefritis cepat progresif), dengan akibat rusaknya integritas pembuluh darah dan berkelanjutan sebagai kerusakan organ yang bersangkutan yang ditampilkan sebagai perdarahan dialveoli yang difus dan sebagai kegagalan faal gagal ginjal yang progresif.

          Autoantibodi terhadap membrana basalis yang diperoleh dari ginjal yang sakit dapat bereaksi dengan jaringan ginjal yang normal tetapi tidak dengan jaringan yang paru yang normal. Sebaliknya autoantibodi terhadap membrana basalis yang didapatkan dari paru yang sakit ternyata dapat bereaksi dengan kedua jaringan tersebut. Karenanya disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat reaksi silang dari antibodi tersebut dengan membrana basalis paru dan membrana basalis ginjal, dan diperkirakan target organ primernya adalah membrana basalis ginjal. 

          Pada pemeriksaan melalui mikroskop cahaya akan didapatkan perdarahan intra alveoler pada paru (pneumonitis hemorhagik) selama episode akut. Terdapat makrofag yang mengandung hemosiderin, sel sel alveoli dan endotel yang intak, sejumlah fibrosis interstisial pada penderita yang kronis. Perubahan-perubahan yang dijumpai sama dengan perubahan yang dijumpai pada Perdarahan Pulmoner Idiopatik (IPH). Vaskulitis biasanya tidak dijumpai, berbeda dengan penyakit pembuluh darah paru

Pemeriksaan melalui mikroskop elektron menunjukkan terputusnya endotel pembuluh darah kapiler, jarak antara sel sel endotel yang lebar, terputusnya sel sel epitel alveoli dan kadang kadang fragmentasi membrana basalis alveoli yang bersangkutan. Pada pemeriksaan melalui mikroskop imunofluoresens tampak pengendapan linier dari imunoglobulin (terutama IgG, jarang IgA) pada membrana basalis, pada mana sering dijumpai adanya komponen komplemen (C3), tapi kadang kadang juga tidak.  Pengendapan linier dari imunoglobulin ini bersifat rata dan tak terputus-putus. Bilamana pemeriksaan melalui mikroskop imunofloresens terdapat positif, diagnosa penyakit ini dapat ditegakkan pada stadium awal dimana hanya terdapat gejala perdarahan alveoler.

          Pada pemeriksaan melalui mikroskop cahaya, ginjal menunjukkan glomerulonefritis nekrotis progresif yang cepat diikuti oleh keradangan interstisiel dan fibrosis dari glomerulus tanpa adanya vaskulitis. 

Pemeriksaan melalui mikroskop elektron  tampak adanya proliferasi sel endotel dan pembengkakan serta penebalan membrana basalis glomerulus, disertai pengendapan fibrin dibawah endotel pembuluh kapiler. Mikroskop imunofluoresens akan menunjukkan deposit linier imunoglobulin (IgG, jarang IgA) dan ikatan komplemen (C3) yang rata pada membrana basalis glomerulus.

GAMBARAN KLINIK

          Umumnya keluhan penderita berupa batuk darah ringan sampai berat sebagai gejala yang dini dan timbul antara beberapa hari hingga beberapa bulan sebelum tampak manifestasi klinis dari keradangan ginjal. Selanjutnya keluhan berupa sesak napas, perasaan lemah, batuk, demam dan disusul oleh hematuria. Tanda tanda lain misalnya: pucat, hipertensi ringan, perdarahan serta eksudasi pada retina, bengkak dan ronki /wheezing diparu dapat melengkapi spektrum keluhan-keluhan penyakit yang dimaksud. Jarang dijumpai tanda-tanda penyakit umum seperti kelainan kulit, artralgia, mialgia atau demam.

          Glomerulonefritis yang timbul biasanya berat dan cenderung progresif menjadi gagal ginjal dalam kurun waktu beberapa minggu-bulan. Dengan adanya infeksi yang menyertai, gagal ginjal yang terjadi dapat lebih cepat yaitu dalam beberapa jam-hari. Hanya pada penderita tertentu perjalanan penyakit bersifat indolen. Penderita yang dijumpai dengan kelainan ginjal yang ringan belum tentu adalah penderita dengan kelainan ginjal yang betul betul ringan (indolen), tapi dapat merupakan penderita dengan resiko terjadi eksaserbasi mendadak.

          Beratnya perdarahan paru dikatakan lebih bervariasi. Pada sepertiga hingga setengah penderita tidak ditemukan kelainan paru, sisanya biasanya mendapat serangan yang episodik dan bervariasi dari perdarahan paru yang ringan hingga gagal nafas. Perdarahan paru yang timbul biasanya terbatas pada jaringan alveoler hingga dapat timbul perdarahan masif, tapi tidak selalu diikuti oleh batuk darah. Pada umumnya dijumpai trakea & bronkus besar yang bersih atau hanya sedikit mengandung darah. Sebagian penulis mengatakan bahwa faktor terpenting perdarahan paru tidak ditentukan oleh autoantibodi terhadap membrana basalis, melainkan oleh kebiasaan merokok pada penderita (terpapar dengan hidrokarbon). Asap rokok dikatakan juga dapat mencetuskan timbulnya perdarahan paru akut pada penyakit sindroma Goodpasture, demikian juga bilamana ada infeksi yang menyertai, adanya cairan yang berlebihan dan oksigen konsentrasi tinggi.

          Pada pemeriksaan  fisik pada stadium akut dijumpai ronki halus dan keredupan pada perkusi didaerah yang terkena. Hati, limpa dan kelenjar limfe teraba membesar pada 20-25td_persen kasus. Jari tabuh dan hepatosplenomegali biasanya menunjukkan penyakit yang sudah berkelanjutan.

          Pemeriksaan laboratorium pada darah menampilkan anemia defisiensi besi, lekositosis, dan azotemia ; pada urine didapat- kan proteinuri, adanya silinder yang mengandung sel darah merah dan sel darah putih serta silinder granuler pada kebanyakan kasus. Kadang-kadang dijumpai bilirubinemia terutama yang indirek disertai adanya urobilinogen pada urine. Pada keadaan yang jarang dimana sedimen urine dijumpai normal, keterlibatan ginjal dapat diketahui melalui pelaksanaan biopsi ginjal. 

          Pemeriksaan radiografis paru menunjukkan adanya proses konsolidasi bilateral terutama didaerah sekitar hilus yang menyerupai oedema paru. Proses konsolidasi ini menjadi progresif bilamana perdarahan paru berlanjut, dan menampilkan gambaran retikuler bilamana perdarahan berhenti. X foto toraks biasanya kembali normal beberapa hari setelah episode akut. Dikatakan bahwa proses konsolidasi paru menunjukkan fluktuasi yang jelas. Bila perdarahan berulang cenderung terjadi fibrosis interstisiel dan peningkatan timbunan hemosiderin. Pembesaran kelenjar limfe hilus dapat dijumpai pada episode akut, tetapi efusi pleura jarang ditemukan. Pada keadaan yang jarang dapat timbul hipertensi pulmonal disusul timbulnya corpulmonale akibat fibrosis paru yang difus. 

         Pemeriksaan faal paru menunjukkan tanda tanda restriktif dengan atau tanpa disertai hipoksemia arteriel pada waktu istirahat. Kapasitas difusi karbonmonoksida menurun, tapi ratio perpindahan (transfer) gas dengan volume alveoler meningkat diatas 50 td_persen nilai perkiraan. Hal ini menunjukkan terjadinya perdarahan paru.

  

DIAGNOSA   

          Sindroma Goodpasture dapat ditegakkan dengan adanya hal hal sebagai berikut: adanya perdarahan paru yang dapat berulang, adanya anemia kekurangan zat besi, adanya glomerulonefritis, adanya autoantibodi terhadap membrana basalis pada serum, serta adanya pengendapan imunoglobulin linier (linier IgG) pada membrana basalis glomerulus/alveolus/keduanya.

          Diagnosa sindroma Goodpasture perlu dipertimbangkan, bilamana dijumpai adanya suatu penyakit ginjal dan perdarahan paru.  Perselubungan fokal atau alveoler yang difus dari paru dapat merupakan satusatunya manifestasi dari perdarahan paru. Adanya perdarahan dapat diperkirakan bilamana terdapat penurunan hematokrit mendadak yang mengikuti terbentuknya perselubungan paru. Perdarahan alveoler yang terjadi dapat dipastikan dengan pemeriksaan bilasan bronkoalveoler pada daerah yang menunjukkan kelainan pada X foto toraks, pada mana dijumpai adanya makrofag yang mengandung fragmen sel darah merah/hemoglobin pada sediaan dengan pengecatan besi. Antibodi yang beredar dan pengendapan antibodi pada membrana basalis alveolokapiler paru dapat ditemukan sebelum adanya kelainan pada glomerulus ginjal. Jadi diagnosa penyakit ini, yang sering kali hanya ditandai dengan adanya perdarahan paru, dapat dibuat sedini mungkin.    

          Pemeriksaan melalui RIA (Radioimmunoassay) untuk mendeteksi autoantibodi terhadap membrana basalis merupakan sarana pelengkap yang baik untuk menegakkan diagnosa. Hasil pemeriksaan ini cukup terandal, mempunyai derajat kepekaan dan derajat kespesifikan yang tinggi. Titer antistreptolisin O, tes koagulasi darah dan tes serologis terhadap jaringan kolagen pembuluh darah adalah normal atau negatif. 

          Diagnosa pasti diperoleh melalui biopsi ginjal untuk memperoleh bahan antuk analisa mengenai ultrastruktur ginjal terutama bila dijumpai tanda glomerulonefritis. Lebih baik dilakukan pada kelainan ginjal dini untuk menentukan luas dan beratnya kerusakan sekaligus untuk menegakkan diagnose dini. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tak dapat membedakan penyakit ini dari penyakit glomerulonefritis yang lain. Untuk itu diperlukan pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan mikroskop imunofloresens. Biopsi paru transtorakal/transbronkial dan bilasan alveoli dari lokasi yang menunjukkan adanya kelainan pada X foto toraks dapat membantu penegakkan diagnosa bilamana diperoleh sediaan alveoli yang cukup banyak, tapi ini biasanya tidak semudah dan tidak dapat dikerjakan secara berturut turut seperti yang dapat dilakukan pada biopsi ginjal.

 

 

DIAGNOSA BANDING

          Perdarahan Pulmoner Idiopatik(IPH), pneumonitis oleh karena uremia, glomerulonefritis akut post infeksi streptokokus, pneumoni karena virus atau pneumokokus, poliarteritis nodusa, granulomatosis Wegener dan SLE adalah penyakit penyakit yang perlu dibedakan dari sindroma Goodpasture. Kebanyakan penyakit penyakit ini lebih baik prognosisnya dari pada sindroma Goodpasture, dan evaluasi yang sistematik diperlukan untuk membedakan gambaran klinik, patologi, maupun imunologinya.

          Beberapa kasus pulmorenal yang menyerupai sindroma Goodpasture tapi tanpa disertai adanya autoantibodi terhadap membrana basalis glomerulus pernah dilaporkan, diperkirakan penyakit ini melalui mekanisme imunopatologis yang lain.

 

PENGELOLAAN

          Pengobatan segera penderita sindroma Goodpasture bertujuan untuk dapatnya  dikendalikan perdarahan paru dan keradangan glomerulus secepat mungkin dan dengan demikian memberi kesempatan maksimal untuk penyembuhan maupun menormalkan fungsi organ organ tersebut. Karenanya walaupun diagnosa dini bisa ditegakkan lebih awal untuk kelompok penderita yang termasuk ringan dan tersedianya secara luas sarana dialisis, tak dapat dipungkiri bahwa sindroma Goodpasture adalah penyakit yang sifatnya darurat dan perlu segera ditangani. Tujuan jangka panjang adalah untuk menekan pembentukan autoantibodi terhadap membrana basalis secara permanen, bila mungkin. Walaupun ada penderita dengan kelainan ginjal dan perdarahan paru yang minimal mengalami remisi spontan tapi kejadian itu amat jarang dan sukar diramalkan.

          Kortikosteroid sebagai obat tunggal kadang kadang dapat memperbaiki perdarahan paru tapi tidak demikian terhadap glomerulonefritisnya. Nefrektomi bilateral dahulu disarankan pada kasus dengan perdarahan paru, dengan tujuan untuk mengurangi rangsangan pembentukan autoantibodi terhadap membrana basalis, tapi ternyata tidak mempengaruhi titer autoantibodi terhadap membrana basalis yang telah terbentuk dan dikatakan tak ada gunanya untuk melakukannya lagi.

          Berdasarkan hal hal diatas dikatakan bahwa terapi yang efektif haruslah dapat mengurangi titer autoantibodi terhadap membrana basalis yang beredar, dapat mengurangi pembentukannya dan dapat menekan keradangan. Untuk itu diajukan regimen terapi yang meliputi penggantian plasma (plasmafresis) untuk menghilangkan antibodi yang beredar, obat obatan sitotoksik untuk menekan pembentukan autoantibodi, dan steroid untuk menekan keradangan yang ada. Efektifitas pengobatan dapat dinilai dari kemampuannya menekan aktifitas penyakit, mengendalikan titer autoantibodi terhadap membrana basalis dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.

Pengobatan khusus

          Regimen standard yang digunakan untuk mengobati sindroma Goodpasture terdiri dari penggantian plasma seluruhnya (4L/hari untuk dewasa) dengan albumin; dikombinasikan dengan prednisolon 60 mg/hari, siklofosfamide
3 mg/kgBB menurun bertahap hingga 50 mg dan azathioprine 1 mg/kgBB menurun bertahap hingga 50 mg.

          Penggantian plasma dikerjakan selama 14 hari atau sampai gejala klinik mereda. Penggantian plasma diulangi bilamana terjadi kekambuhan atau pada keadaan yang jarang bilamana titer autoantibodi terhadap membrana basalis meningkat secara cepat setelah dihentikan penggantian plasma sebelumnya.

          Siklofosfamide dan azathioprine dihentikan setelah 8 minggu pada saat autoantibodi terhadap membrana basalis tidak lagi dapat ditemukan. Dosis prednisolon juga segera dikurangi, setelah 1 minggu diberikan 60 mg/hari selanjutnya tiap minggu diturunkan menjadi 45 mg,30 mg,20 mg perhari kemudian tiap 5 mg perminggu dan berhenti setelah 8 minggu.

Penggantian plasma

          Pengembangan tehnik pemisahan plasma, baik dengan jalan sentrifugasi maupun filtrasi memungkinkan untuk melakukan tindakan penggantian plasma. Aliran darah yang diperlukan adalah 30-100 ml permenit, dan lebih sempurna bila memakai kateter vena sentralis. Antikoagulan diperlukan untuk mencegah pembekuan pada sirkuit ekstrakorporeal, tapi sebagian besar antikoagulan ini dikumpulkan bersama plasma dan tidak dimasukkan kembali bersama dengan sel darah. Sebagai cairan pengganti digunakan larutan albumin 5 persen dalam salin, ditambah plasma segar yang dibekukan (FFP-fresh frozen plasma) pada saat akan diakhiri penggantian. Kalium dan kalsium juga ditambahkan untuk mencapai kadar fisiologis.

          Penggantian plasma dapat memberikan semua komplikasi yang dapat ditimbulkan dengan adanya sirkuit ekstrakorporeal. Tambahan pula disini ada kecenderungan untuk terjadi kelebihan cairan pada penderita dengan gagal ginjal, untuk itu pengukuran berat badan tiap hari diperlukan untuk deteksi dini. Penggantian plasma berulang kali juga menyebabkan timbulnya trombositopeni yang disebabkan karena kerusakan, pengeluaran trombosit dan juga perdarahan. 

Obat obatan sitotoksik

          Obat sitotoksik digunakan bersama dengan penggantian plasma untuk menekan pembentukan autoantibodi. Obat yang digunakan adalah siklofosfamide yang bekerja aktif dalam bentuk metabolitnya. Siklofosfamide pada dosis lebih besar dari pada 2 mg/kgBB bekerja menekan pembentukan antibodi. Komplikasi yang ditimbulkan adalah penekanan sumsum tulang, radang kandung kemih yang berdarah, sterilitas dan resiko timbulnya keganasan. Pada dosis yang dianjurkan, resiko penekanan sumsum tulang adalah kecil tapi bagaimanapun penghitungan lekosit dan trombosit tiap hari masih diperlukan. 

          Azathioprine dalam dosis 1 mg/kgBB yang diturunkan bertahap hingga 50 mg, digunakan sebagai obat penunjang. Pada dosis ini dan bilamana digunakan sebagai obat tunggal tidak mempunyai efek menekan terhadap pembentukan antibodi, melainkan mempunyai efek anti radang. Efek samping yang utama adalah penekanan sumsum tulang dan reaksi idiosinkrasi berupa diare dan febris.

Prednisolon

          Diberikan untuk efek anti radangnya. Disarankan dosis intensif tapi pendek, yang berguna untuk menekan keradangan ketika titer autoantibodi terhadap membrana basalis telah terkendali.

 

Pengobatan penunjang

          Penderita dengan sindroma Goodpasture dapat memerlukan pengobatan penunjang untuk kegagalan pernapasan, kegagalan ginjal dan anemia. Sedangkan antibiotika hanya diberikan bilamana secara klinis diperlukan.

Gagal Napas

          Hipoksemia yang terjadi memerlukan koreksi dengan terapi oksigen. Hanya saja dikatakan bahwa oksigen dosis tinggi pada tikus dan kelinci dapat menyebabkan kambuhnya perdarahan paru. Karenanya lebih bijaksana untuk membatasi pemakaian oksigen seminimal mungkin diperlukan untuk mempertahankan PaO2 pada batas yang aman. Kadang kadang diperlukan ventilator untuk mengatasi gagal napas yang terjadi.

Gagal ginjal

          Aspek terpenting dalam pengobatan gagal ginjal penderita dengan sindroma Goodpasture adalah mencegah terjadinya kelebihan cairan. Pilihan antara hemodialise dan dialisis peri- toneal sebagai pengobatan gagal ginjal masih kontroversial. <13>

Anemia

          Penderita dengan sindroma Goodpasture dapat menderita anemia dengan Hb kurang daripada 5 g/dl. Dapat diberikan tranfusi dengan perhatian penuh terhadap kemungkinan kelebihan cairan.

 

          Tampaknya siklofosfamide dan penggantian plasma mempunyai efek sinergistik untuk mengendalikan pembentukan autoantibodi terhadap membrana basalis dalam jangka panjang. Dikatakan pengobatan dengan cara penggantian plasma secara lengkap (8 minggu) dapat melenyapkan autoantibodi terhadap membrana basalis selama kurun waktu yang panjang, bahkan permanen.

          Fungsi ginjal yang dapat dipertahankan ditentukan oleh saat dimulai pengobatan dengan cara penggantian plasma. Penderita penyakit ginjal yang progresif dengan kecendrungan oliguria, dengan kadar kreatinin serumnya sudah > 8-10 mg/dl atau yang memerlukan hemodialise, sering gagal membaik setelah pengobatan.  Bilamana pengobatan dimulai sebelum ginjal mengalami kerusakan yang parah maka pengobatan dengan regimen ini dikatakan efektif. Dikatakan oleh Conn bilamana penyakit dijumpai sudah dalam keadaan lanjut, dengan ditemukannya fibrosis interstitial yang luas pada biopsi ginjal, sering dijumpai kegagalan bereaksi terhadap bentuk pengobatan ini dan untuk itu lebih baik diberikan pengobatan konservatif dengan dialise sambil menunggu transplantasi ginjal pada saat yang tepat.

          Paru mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk pulih, sebagian besar malahan dapat pulih tanpa fibrosis yang berarti. Bila perdarahan paru berulang, biasanya dihubungkan dengan infeksi yang terjadi, dengan kelebihan cairan atau dengan kebiasaan merokok.

          Pemantauan yang dianjurkan selama kurun waktu pengobatan adalah pengukuran berat badan, pemeriksaan mikroskopis urine, kadar serum kreatinin, darah lengkap tiap hari; X foto toraks, kapasitas difusi paru, kultur urine, sputum diperiksa tiga kali seminggu. Titer autoantibodi terhadap membrana basalis diukur tiap hari selama 2 minggu pertama selanjutnya tiga kali seminggu.

          Pengobatan dengan cara penggantian plasma adalah pekerjaan yang sulit dan membawa resiko infeksi, karenanya tidak dikerjakan untuk semua penderita tetapi hanya dilakukan pada penderita yang dapat memperoleh keuntungan dengan pengobatan ini. Pengobatan ini dikerjakan pada penderita dengan perdarahan paru yang menonjol disertai nefritis dan kemunduran fungsi ginjal.

 

PROGNOSA

          Semula dikatakan penyakit ini cepat menjadi fatal, 50td_persen meninggal karena perdarahan paru dan asfiksia sedangkan 50td_persen sisanya karena uremia. Lama hidup rata rata dari 90td_persen  penderita yang ditemukan dengan gejala dini adalah 4-6 bulan.

          Sekarang prognosa dikatakan bisa lebih baik dengan penggantian plasma dini dan sitotoksik dosis pemeliharaan, dan mortalitas dapat ditekan hingga menjadi 16td_persen.

 

RINGKASAN

          Sindroma Goodpasture adalah salah satu sindroma pulmorenal, yang dalam darahnya dijumpai autoantibodi terhadap membrana basalis (antibodi anti MB). Tidak semua penyakit paru dan penyakit ginjal yang dijumpai bersama disebut sindroma Goodpasture.         

          Penyebab sesungguhnya dari pada sindroma ini belum diketahui, diperkirakan karena sebab multifaktorial.

          Perdarahan paru walaupun tidak selalu ada sering kali merupakan gejala dini sindroma ini, dan tanpa pengobatan yang adekwat,batuk darah yang timbul sering merupakan penyebab kematian. Keradangan ginjal yang terjadi bersifat progresif dan kerusakan yang timbul bersifat ireversibel.

          Diagnosa perlu ditegakkan sedini mungkin dengan pemeriksaan klinis, radiologis, bilasan alveoli, pemeriksaan serologis RIA dan diagnosa pasti dengan pemeriksaan imuno-floresens mikroskop dari sediaan biopsi.

          Pengobatan dini dianjurkan dengan cara sebagai berikut:

  1. Penggantian plasma (plasmafresis).
  2. Sitotoksik/imunosupresan: Siklofosfamide 2 mg/kgBB.

 Azathioprine   1 mg/kgBB.

  1. Kortikosteroid : Prednisolone 60 mg/hari.
  2. Pengobatan penunjang ditujukan terhadap kegagalan faal  ginjal, gagal napas, anemia dan infeksi yang ada.         

          Sindroma Goodpasture yang dulunya merupakan penyakit fatal dengan regimen terapi seperti diatas ternyata mortalitasnya dapat ditekan menjadi kira kira 16td_persen.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Caldwell JL, Kaltreider HB. Pulmonary and Cardiac Diseases. In: Fudenberg HH, Stites DP, Caldwell JL, Wells JV. eds. Basic & Clinical Immunology. Los Altos, California: Lange Medical Publication, 1978: 538-9.
  2. Crofton J, Douglas A. HMD, IPH, Goodpasture's Syndrome. In: Respiratory Diseases. Oxford: Black Well Scientific Publications, 1984: 717-8.
  3. deShazo R, Fink JN. Immunologic Aspects of Granulomatous and Interstitial Lung Diseases. Jama 1987; 258: 2943.
  4. Fraser RG, Pare JAP. Goodpasture's Syndrome and Idiopathic Pulmonary Hemosiderosis. In: Synopsis of Disease of The Chest. Tokyo: Igaku Shoin/Saunder Int, 1985: 360-63.
  5. Gong H. Immunologic Disease of the Lung. In: Lowlor GJ Jr, Fisher TJ. eds. Manual of Allergy and Immunology. Boston/Toronto: Little Brown and Company, 1988: 176-9.
  6. Gossain VV, Gerstein AR, Janes AW. Goodpasture's Syndrome: A               Familial Occurance. Am Rev of Resp Dis 1972; 105: 621
  7. Govan ADT, Macfarlane PS, Callander R. Rapidly Progressive Glomerulonephritis. Pathology Illustrated. New York: Churchill Livingstone 1981: 622
  8. Jacobs JA. Tractus Urogenitalis. In: Rakel-Andrianto P. Conn's Current Therapy-Terapi Mutakhir Conn. Jakarta: CV EGC, 1985:586
  9. Maffly RH. Glomerulonephritis and The Acute Nephritic Syndrome. In: Rubenstein E, Federman DD. eds. Scientific American Medicine. New York: Scientific American Inc, 1986: 4-5.
  10. Melendez EE, Forbes RDC, Hollomby DJ et al. Goodpasture's Syndrome Treated With Plasmaphresis. Arch Intern Med 1980; 140: 542-3. 
  11. Netter FH. Idiopathic Pulmonary Hemosiderosis. In: Respiratory System. Ciba, 1979: 257.
  12. Netter FH. Goodpasture's Syndrome. In: Kidney's, Ureter's and Urinary Bladder. Ciba, 1975: 177.
  13. Rees AJ. Goodpasture's Syndrome. In: Cherniack. eds. Current Therapy of Respiratory Disease-2. Toronto,Philadelphia: B.C.Decker Inc, 1986:207-10.
  14. Roitt I, Brostoff J, Male D. Hypersensitivity type II, III, Autoimmunity and Autoimmune disease. In: Immunology. London: Gower Medical Publishing, 1985: 20.8, 21.1, 23.8.
  15. Turner-Warwick M. The Lung in Systemic Disease. Bienenstock J. In: Immunology of the Lung and Upper Respiratory Tract. USA: McGraw-Hill Inc, 1984: 387-392.
  16. Tarigan M. Syndroma Nephropulmonale. Konggres Nasional IDPI II Surabaya 1980: 571-575.
  17. Whitcomb ME. Goodpasture syndrome. In: The Lung Normal and     Diseased. St.Louis: The C.V.Mosby Company 1982: 227-30.

 

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

Surabaya 23 Nopember 1988.

 

Kata kunci : spesialis paru malang, dokter spesialis paru malang, dokter paru malang, sp paru malang, ahli paru malang, spesialis paru di malang, dokter spesialis paru di malang, dokter paru di malang, sp paru di malang, ahli paru di malang, spp malang, spp di malang, dokter paru terbaik malang, dokter paru terbaik di malang, dokter paru senior malang, dokter paru senior di malang, dokter paru bagus malang, dokter paru bagus di malang, dokter paru terbagus malang, dokter paru terbagus di malang, dokter paru terbaik malang, dokter paru terbaik di malang, dokter ahli paru di malang, pulmonologi malang, dokter paru, spesialis paru, ahli paru, dokter spesialis paru, respirologi malang, respirology malang, pulmonology malang

Tulis komentar

 
 

PRAKTEK
RS Panti Waluya / RKZ Sawahan, Lt II-B1
, Dr Koentjahja, SpP
Nusakambangan 56, Malang 65117
08113777488 / 362017 ext. 88.23
Pukul 18.00 - 20.00, kec. Sabtu, Minggu / Libur


Rumah
, Dr Koentjahja, SpP
Wilis Indah A-6, Malang 65115
0818568711 / 0341-568711
Senin - Sabtu Pukul 09.00-10.00,
kec. Minggu / Libur


    


Peta Lokasi


Update COVID-19 Malang
Jajak Pendapat

Apa saja gejala COVID-19?

Batuk
Pilek
Sakit Tenggorok
Sesak/Nyeri dada
Semua

 
 
 koentjahja.com  |
 nathaliamayasarisa.com  |
 klinikrespirasimalang.com  |
 drgevitaindiani.com  |
 drgleonyindriati.com  |